
Menurut Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dr Unggul Budihusodo Sp.PD-KGEH, pemberian vaksin hepatitis B bagi bayi menjadi penting karena penularan yang sering terjadi adalah melalui jalan lahir dari ibu yang menderita hepatitis B atau disebut dengan penularan vertikal. Penularan ini lebih membahayakan karena pada saat dewasa nanti si bayi dapat menderita hepatitis kronik.
"Dari pengidap hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90 persen di antaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus hepatitis bisa terjadi sejak masa persalinan hingga bayi mencapai usia balita," ungkap dr Unggul di Jakarta, Selasa (17/6) kemarin.

"Penularan virus hepatitis B pada bayi bukan didapat dari darah bayi yang terhubung kepada ibu melalui plasenta bayi atau dari air susu ibu, tapi bisa terjadi saat persalinan atau juga ketika menyusui karena terjadi kontak antara luka kecil pada puting susu ibu dan mulut bayi," terangnya. Untuk mencegah penularan ini, setiap bayi diwajibkan mendapat vaksin hepatitis B pada usia 0-7 hari. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan ibu yang berisiko tinggi dengan melakukan vaksinasi saat kehamilan. "Yang perlu ditekankan, untuk ibu hamil yang positif mengidap virus, selain vaksinasi aktif, sang bayi juga wajib mendapatkan imunisasi pasif dengan pemberian serum. Dengan pemberian vaksinasi pasif (imunoglobulin) maka tubuh bayi sudah langsung mempunyai kekebalan terhadap infeksi hepatitis B dari ibunya saat melahirkan," ujarnya.
Unggul mengingatkan pula pentingnya pencegahan hepatitis B sejak dini karena penyakit ini tidak memberikan keluhan dan gejala. Keadaan ini jelas membahayakan karena anak-anak bisa terlihat sehat, padahal di dalam tubuhnya mengandung virus hepatitis B yang akan berjalan progresif menahun dan menjadi kronis ketika mereka dewasa. "Bila sudah kronis, baru akan memberikan gejala, antara lain lemah, kurang nafsu makan, mual, muntah, nyeri tulang, kulit badan dan mata kuning, serta perubahan warna urine yang mencolok," tuturnya.
Sumber: kompas.com; Rabu, 18 Juni 2008
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Sobat Blogger semua. Komentar Anda, mempermudah saya berkunjung balik.
So, silahkan isi lengkap URL Anda dengan format http://www.domainAnda.com.
Matur nuwun.